Close Ads
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banten Dikepung Potensi Bencana, Wartawan dan Aktivis Dalami Jurnalisme Profetik

Banten  

Aat Surya Safaat, salah satu wartawan senior saat menjadi narasumber Diskusi dan Pelatihan Jurnalis Lingkungan Hidup. (Foto: Istimewa)
Advertisement

SERANG – Peristiwa tsunami Banten yang terjadi pada medio (pertengahan) 2018 lalu menjadi refleksi wartawan dan pegiat lingkungan serta kebencanaan. Selain itu, berbagai potensi bencana lainnya baik bencana alam maupun bencana non alam disebut ‘mengepung’ wilayah Banten.

Hal itu mengemuka dalam kegiatan Diskusi dan Pelatihan Jurnalis Lingkungan Hidup dan Kebencanaan yang dihelat di Anyer, Banten selama tiga hari, 24 hingga 27 September 2020.

Kegiatan yang diinisiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Banten yang bekerjasama dengan Yayasan Sheep Indonesia ini dibuka dengan diskusi bertema “Potret Potensi Bencana di Banten”.

Dikegiatan itu peserta mendapatkan berbagai materi terkait isu ekologi dan kebencanaan dari berbagai narasumber berkompeten, salah satunya terkait jurnalisme profetik.

Baca juga:  PWI Banten dan Sheep Indonesia Gelar Diskusi Pelatihan Jurnalis Lingkungan

Aat Surya Safaat salah satu wartawan senior kantor berita Antara yang didaulat menjadi salah satu narasumber menekankan, persoalan lingkungan hidup harus menjadi isu yang dikuasai oleh seorang wartawan. Sebab kata Aat, tiga isu utama di dunia internasional selain demokrasi dan hak asasi manusia, tak lain adalah lingkungan hidup.

“Dunia internasional memberikan perhatian serius terhadap keberlanjutan kehidupan di bumi yang terus mengalami degradasi kualitas. Saat ini dampaknya sangat terasa seperti perubahan iklim yang memacu pemanasan global, serta berbagai ancaman bencana di masa depan lainnya,” ungkapnya kepada wartawan di lokasi acara, Sabtu (26/9/2020).

Baca juga:  Meski Divonis Bersalah, Ini Pertimbangan yang Meringankan Brigadir NP

Mantan Kabiro Kantor Berita Antara di New York tersebut mengatakan peran strategis seorang wartawan yang ‘disejajarkannya’ dengan penerus para Nabi dan Wali sebagai penyampai risalah kebenaran.

“Wartawan harus mampu menghasilkan karya jurnalistik yang mampu membangkitkan semangat dan harapan pembaca. Merespon setiap persoalan dengan cara pandang yang jernih serta mampu mendorong lahirnya solusi,” paparnya.

Pandangan demikian disebutnya jurnalisme profetik, yaitu jurnalisme yang dalam praktiknya meneladani perjuangan para Nabi dan Wali saat menyampaikan risalah kebenaran tanpa menimbulkan kegaduhan, melainkan kesejukan bagi umat.

Advertisement

Advertisement

Scroll to Continue With Content

Iklan

Advertisement