INFOTANGERANG.CO.ID, Banten – Gubernur Banten, Andra Soni, diminta untuk mencari sosok Sekretaris Daerah (Sekda) alternatif dari luar lingkungan Pemprov Banten. Langkah ini dianggap penting untuk mempercepat implementasi program-program Andra-Dimyati yang hingga kini belum menunjukkan hasil signifikan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, mendorong Andra Soni untuk segera mengambil tindakan nyata dalam merealisasikan janji kampanye. Jika tidak, program 100 hari kerja kepemimpinan Andra Soni dan Achmad Dimyati Natakusumah berisiko gagal.
Dedi menegaskan bahwa hingga saat ini belum terlihat adanya langkah strategis dalam merealisasikan janji-janji kampanye, termasuk janji mengenai sekolah gratis tingkat SLTA. “Mana langkah strategisnya? Pemprov Banten seharusnya sudah menyusun peraturan-peraturannya, tetapi hingga kini belum ada pembaruan. Masyarakat Banten menunggu,” ujarnya, Sabtu, 3 Mei 2025.
Selain masalah pendidikan, ancaman gagalnya realisasi program janji kampanye juga terlihat di sektor kesehatan. Terdapat indikasi kebocoran keuangan negara dan masalah dalam perekrutan tenaga kerja di RSUD Labuan dan Cilograng, bahkan mendapat catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni rekomendasi untuk memanfaatkan secara optimal aset tetap berupa gedung dan peralatan medis pada RSUD Labuan dan RSUD Cilograng untuk mendukung pelayanan kesehatan meskipun memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Jika hal-hal dasar saja tidak dapat diatasi, ini menunjukkan kurangnya kemampuan para bawahan Andra-Dimyati dalam mengelola organisasi masing-masing,” tegasnya.
Kurangnya arah kebijakan yang jelas dan terstruktur membuat Andra-Dimyati dinilai tidak memiliki konsep yang kuat untuk membangun masa depan Banten. Kinerja yang lamban dan kurangnya akselerasi di antara anak buah juga terlihat dalam merespons defisit APBD 2025 yang mencapai Rp2 triliun. Dedi menyarankan agar Andra-Dimyati mengevaluasi ulang tim perencanaan dan pengendalian program serta anggaran, termasuk mencari sosok yang lebih kompeten untuk kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Ketiga sektor ini belum menunjukkan terobosan yang berarti dan sering memberikan masukan yang tidak tepat. Hal ini mengingatkan kita pada era gubernurnya Wahidin Halim, di mana kepala BPKAD yang masih menjabat pernah melakukan pemindahan RKUD ke BJB pada tahun 2020, kemudian dikembalikan lagi ke Bank Banten tahun 2021, lalu pinjaman ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sekitar Rp4,1 triliun pada tahun 2021 dan sekarang masih tersisa sekitar Rp1 triliun. Belum ada inovasi dari Bapenda yang masih mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kendaraan bermotor,” jelasnya.
Akibatnya, ketika Andra menjalankan kebijakan populis seperti penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), proyeksi PAD tahun 2025 dari pajak kendaraan bermotor harus dikoreksi hingga Rp50 miliar.
Dedi mempertanyakan bagaimana orang-orang ini bisa diangkat menjadi Sekda definitif, mengingat mereka belum menunjukkan terobosan dalam perencanaan. Selain itu, mereka juga disinyalir belum memiliki kemampuan untuk membangun komunikasi yang baik dengan DPRD Provinsi Banten, padahal mereka adalah juru bicara dan perpanjangan tangan Gubernur.