KESEHATAN – Dalam pandangan WHO, kesehatan mental ialah keadaan sejahtera di mana setiap individu dapat menyadari potensi dan mewujudkannya, serta mampu menangani tekanan kehidupan yang normal, yang kemudian dapat berfungsi secara produktif dan bermanfaat sehingga memberikan kontribusi positif.
Disampaikan oleh Psikolog RS Sari Asih Ciputat, Tangerang Selatan, Mahesti Pertiwi, M.Psi., Psikolog., bahwa mental yang sehat itu adalah ketika seorang individu bisa memahami dan mengenali dirinya, berupa kemampuan untuk berpikir dan merasakan, memahami kelebihan dan batasan diri, seperti menyadari kapan waktunya berhenti dan kapan bisa memulai lagi, sehingga lebih adaptif dalam menghadapi tekanan hidup.
Pemahaman mampu memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan memang sepertinya ‘wah’ jadi terkesan sulit, namun perlu dipahami bahwa sebenarnya bisa dimulai dari lingkungan kecil terdekat, seperti seorang ibu yang berkontribusi positif bagi anak dan keluarganya.
“Ciri-ciri individu bermental sehat itu adalah di mana ia bisa memahami apa yang dipikirkan dan dirasakan, tidak kesulitan dalam beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain, juga dengan tetap bisa terus berkarya secara produktif berkontribusi bagi orang lain, serta mampu mengelola stres maupun tekanan yang hadir dalam kehidupannya,” kata Mahesti.
Bagi seorang ibu, untuk dapat berkontribusi kepada anak, terlebih dahulu ibu tersebut perlu berkenan untuk fokus ke diri sendiri dengan tidak melupakan kebutuhan diri, dengan cara mengenali dirinya sendiri lebih dalam; dengan mengenali emosi yang dirasakan. Dengan berlatih mengenali dan mengelola emosi, ibu memiliki kemampuan dalam meregulasi emosi, ketika ibu bisa meregulasi emosinya dengan cara-cara yang aman dan nyaman, perlahan akan juga menularkan ke anak.
Lebih jauh, Mahesti membenarkan dengan menjadi seorang ibu yang memiliki banyak peran tentu bukanlah hal mudah, selain menjadi diri sendiri, seorang istri, seorang anak, juga seorang pekerja misalnya. Untuk menghadapinya, perlu ada kesadaran diri bahwa tidak ada yang bisa dan memang tidak perlu berusaha menjadi sempurna. Yang diperlukan adalah melalui proses belajar untuk dapat menghadapinya. Perlu merasa cukup menjadi ibu yang berkenan untuk terus belajar.
“Banyak para ibu berpikir dan berkeinginan untuk bisa berbuat banyak pada semua peran; dengan menjadi seorang ibu, seorang istri, seorang anak, seorang wanita pribadi dan juga ibu yang berkarya. Mereka pun terkadang lupa tentang kebutuhan dirinya sendiri. Ada perasaan bersalah saat mencoba memberikan waktu untuk diri sendiri,” tambah Mahesti.
“Cara mengatasinya adalah dengan mencoba membagi waktu, ini waktu untuk anak, ini untuk pasangan, ini untuk orang tua, ini untuk mertua, ini untuk teman, ini untuk pekerjaan, dan lain-lain, serta tidak lupa memberi porsi waktu untuk diri kita sendiri. Dengan meyakini diri kita juga berhak untuk diberikan waktu; dan itu boleh, sehingga tidak muncul rasa bersalah. Karena diri sendiri perlu juga diberi waktu bermakna dengan diri, istilahnya “me time” karena kembali ke definisi sehat mental yang pertama adalah dengan berkenan mengenali diri sendiri secara lebih dalam,” ujar Mahesti.