NASIONAL – Bangsa Indonesia sudah ditakdirkan oleh Tuhan menjadi bangsa yang majemuk. Bangsa yang plural, banyak suku dan etnis. Ini merupakan kekuatan penting yang dapat menjadi modal untuk kemajuan bangsa. Karena itu, kemajemukan wajib di rawat, wajib dijaga.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengatakan hal tersebut saat jadi pembicara dalam acara Rakornas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bertajuk “Peningkatan dan Penguatan Peran Pemda dalam Pemberdayaan FKUB” yang digelar secara virtual di Hotel Aston Kartika, di Jakarta, Selasa (03/11/2020).
Menurut Mendagri, kemajemukan bisa jadi kekuatan jika semua elemen bangsa ini mampu membuatnya menjadi community belonging atau menjadi suatu yang dimiliki bersama. Tapi sebaliknya jika semua menganggap itu tidak perlu dirawat maka yang terjadi adalah command difference. Yang terjadi adalah perbedaan antara satu yang berbeda dengan yang berbeda lainnya, baik suku, ras dan lain-lain. Sehingga keberagaman itu justru bisa menimbulkan potensi konflik. Memicu perpecahan bangsa.
“Nah dalam konteks sebagai bangsa kita juga bukan pada ruang vakum. Indonesia di tengah dinamika global ini adalah bagian dari dinamika itu sendiri, baik itu dinamika politik, ekonomi, sosial global, budaya, yang sekarang membentuk arus yang disebut globalisasi. Dimana dunia adalah kampung kecil, global village yang dengan mudah bisa terkoneksi dengan adanya kemajuan cepat revolusi dalam teknologi informasi yang merupakan revolusi yang dapat merubah gelombang ke tiga urusan manusia, teknologi transformasi dan komunikasi,” tutur Tito.
Masih kata Tito, jangan menganggap kerukunan itu sesuatu yang take for granted. Tapi kerukunan harus dirawat. Sebab betapa mahalnya kerukunan keagamaan ketika terjadi konflik yang dilatarbelakangi unsur keagamaan. Mendagri mencontohkan pahitnya konflik yang pernah terjadi di Ambon, Poso dan lainnya.
“Nah oleh karena itu, saya melihat bahwa hanya sekedar mengingatkan bahwa kerukunan beragama itu harus kita rawat, itu poin terpenting. Kerukunan ini harus kita rawat, jangan sesuatu yang take for granted dan kita menghadapi problema yang sangat dinamis saat ini, ada demokratisasi yang membuat ruang kebebasan lebih luas, orang bebas menyampaikan pendapat, orang bebas menangkap derasnya arus ideologi-ideologi yang mungkin tidak paralel dengan ideologi Pancasila,” katanya.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan, kata Mendagri, adalah dengan memperkuat upaya-upaya preventif. Upaya preventif untuk mendeteksi ata mencegah sedini mungkin kemudian menyelesaikan potensi konflik yang muncul. Misalnya yang berasal dari masalah keagamaan.
“Saya melihat bahwa FKUB memegang peranan yang sangat penting, karena FKUB merupakan suatu forum koordinatif antar agama yang memang sudah keniscayaan. Nah ini yang perlu kita dorong terus menerus agar FKUB ini tidak pasif tapi lebih proaktif, proaktif untuk mendeteksi. Proaktif untuk melakukan pemetaan potensi gangguan,” ujarnya.
Lebih lanjut Tito mengatakan, FKUB juga mesti proaktif untuk mencari solusi dan mediasi. Meredam sambil membangun nilai-nilai kerukunan. Termasuk menggaungkan implementasi nilai local wisdom yang telah dimiliki bangsa ini. Kearitan lokal yang sudah diwarisi dan ditemukan oleh pendiri bangsa ini, yaitu Pancasila. Sehingga Pancasila jadi solusi. Pun soal demokrasi, harus juga mengarah kepada demokrasi yang Pancasila.
“Dalam rangka memperkuat FKUB ini kita melihat dari segi kelembagaan hanya tinggal 4 kabupaten atau kota yang belum memiliki FKUB, yaitu di kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten pesisiran Selatan. Saya minta tolong kepada kepala dinas kantor agama, nanti saya juga akan berbicara dengan bapak Gubernur Sumbar, ini tolong yang dua (kabupaten) ini kalau memang belum, mudah-mudahan data saya salah, kalau belum ini segera tetap dibentuk. Kemudian kita lihat di Papua juga ada dua, yaitu Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Nduga, ini juga perlu untuk segera dibentuk lembaganya,” katanya.